Minggu, 29 September 2013

Setiap Manusia Pasti Punya Potensi Diri





Pernahkah pemikiran kita yang ‘lemah’ ini menyalahkan tentang ciptaan-ciptaan Tuhan? Pemikiran manusia yang ‘lemah’ terkadang lupa dengan Kesempurnaan Sang Maha Pencipta. Kita sering kali bertanya-tanya untuk apakah gerangan Tuhan menciptakan ciptaan yang secara kasap mata tidak sempurna dan kurang memiliki daya guna. Jangan pernah meragukan tentang Kesempurnaan Tuhan. Tidak ada yang pernah salah dengan semua ciptaan-Nya. Setiap yang diciptakan Tuhan pasti mempunyai nilai guna apapun itu.

Perbedaan dalam penciptaan makhluk-Nya adalah hal yang lumrah. Hal ini jangan terlalu kita permasalahkan. Namun yang jelas Tuhan tidak mungkin berbuat tidak adil pada semua hamba-Nya. Setiap ciptaan Tuhan pasti memiliki potensi. Begitu pun pada manusia. Setiap manusia pasti dianugerahi Tuhan dengan potensi, apapun bentuknya itu. Namun sering kali kita kurang menyadari hal ini. Sikap kita cenderung terlalu ekstrim. Kita kadang terlalu percaya diri dengan potensi yang ada pada diri kita dan menganggap remeh potensi orang lain. Atau sebaliknya, kita iri dengan potensi orang lain sehingga menyebabkan kurang percaya diri dengan potensi diri sendiri. Sikap manakah yang akan Anda pilih? Yang pertama atau yang kedua. Atau mungkin ada alternalif sikap yang lebih bijak?

Meyakini dan menghargai potensi yang ada pada diri orang lain sangatlah bijak dilakukan oleh seorang hamba yang beriman pada Tuhannya. Sebagai hamba yang beriman kepada-Nya sudah seharusnyalah jika kita meyakini Kesempurnaan Tuhan. Begitu pun dengan kesempurnaan ciptaan Tuhan. Meyakini kesempurnaan ciptaan Tuhan yang secara kasap mata berwujud sesuatu yang  ‘kurang sempurna’. Wujud ketidaksempurnaan semu ini banyak terlihat di sekitar kita. Saudara-saudara kita banyak yang dianugerahi Tuhan dengan ketidaksempurnaan semu ini. Mereka adalah para penyandang cacat. Sebagai orang normal kita tentu takut jika suatu saat harus menyandang gelar sebagai penyandang cacat. Sebuah gelar yang sangat berat. Dibutuhkan kekuatan yang teramat besar untuk memikul gelar ini. Gelar ini bukan gelar biasa. Hanya orang-orang istimewa yang mempunyai kekuatan besarlah yang mampu menyandangnya. Jadi, para penyandang cacat adalah orang-orang yang hebat dan kuat. Coba bayangkan jika kita berada pada posisi mereka, apakah kita akan sanggup sekuat dan setegar mereka? Sepertinya tidak mungkin kita akan sanggup bukan? Sudah sepantasnyalah jika kita mengagumi dan menghargai mereka.

Pernahkah sebagai manusia yang terlahir ‘normal’, kita bersikap sedikit arogan? Kadang sebagai manusia biasa kekhilafan menyapa. Tidak jarang kita merasa harus membantu saudara kita para penyandang cacat. Apakah memang bantuan yang mereka inginkan? Bukan. Bukan bantuan yang sesungguhnya mereka inginkan. Saudara-saudara kita ini hanya ingin dihargai sebagai individu dan diperlakukan secara wajar. Menurut Aria salah satu tunanetra perempuan yang kini berhasil mandiri sebagai individu (KOMPAS CYBER MEDIA htm, 22 November 2006). Perempuan berusia 40 tahun ini mengisahkan semua perjalanan hidupnya. Semenjak balita kemampuan penglihatan Aria kecil memang sudah lemah. Namun yang mengagumkan, dengan semua ‘kelemahan’ yang disandang sang putri tercinta, kedua orangtua Aria tetap berjuang agar putri mereka dapat bersekolah di sekolah umum. Perjuangan kedua orangtua hebat ini tidaklah sia-sia. Dari mulai  SD sampai perguruan tinggi Aria belajar di sekolah umum, bukan sekolah khusus penyandang tunanetra. Semua itu bukanlah sesuatu yang mudah. Ada banyak sekali kendala dalam prosesnya. Kendala dari luar maupun dari dalam diri Aria sendiri. Kedua orangtua hebat ini juga harus berjuang untuk menanamkan rasa percaya diri putri tercinta mereka. Dengan tidak kenal lelah mereka terus memompa semangat Aria. Secara perlahan mereka menanamkan keyakinan pada diri sang putri tercinta bahwa mengalami lemah penglihatan bukan berarti tidak dapat berkarya dan berprestasi. Kedua orangtua ini tidak hanya hebat. Beliau berdua juga sangat bijaksana. Dengan segala kebijaksanaannya, mereka tetap memperlakukan Aria secara wajar. Mereka sangat tidak ingin jika Aria merasa bahwa dia berbeda dengan saudara-saudara kandungnya yang terlahir normal. Tidak ada perlakuan istimewa bagi Aria. Ia diperlakukan sama seperti saudara-saudara kandungnya yang terlahir normal. Kedua orangtua Aria memang selalu menanamkan sikap-sikap positif pada semua anak mereka tanpa terkecuali termasuk Aria. Dengan berbekal semua sikap positif itu,  Aria pun menjelma menjadi seorang perempuan yang tangguh dan percaya diri. Ketidaksempurnaan dalam penglihatannya tidak dapat menghalangi Aria untuk berprestasi. Dengan segala ‘keterbatasannya’ perempuan ini masih tetap dapat sukses dalam studinya. Aria berhasil lulus pada fakultas Hukum Universitas 17 Agustus Semarang. Kesuksesan dalam menempuh studi mengantarkan Aria menjadi seorang pengajar di almamaternya. Tidak hanya itu, di almamaternya ini juga ia dipercayai untuk menangani bagian penelitian dan pengembangan. Sangat hebat. Seorang penyandang tunanetra berhasil menangani tugas seberat itu. Aria berhasil menjalankan tugasnya itu selama beberapa tahun. Sampai pada akhirnya ada tawaran untuk bergabung pada Yayasan Mitra Netra. Perempuan ini pun memutuskan untuk mengabdikan dirinya pada yayasan ini. Aria ingin dapat berbagi dan membantu saudara-saudara penyandang tunanetra. Sampai saat ini Aria masih bekerja di sana.

Fakta kesuksesan Aria dalam berkarya dan meraih sebuah kemandirian, sangatlah mengagumkan bukan? Aria yang notabene seorang perempuan penyandang tunanetra tetap dapat berkarya dan mandiri, terbuktilah sudah bahwa Tuhan tidak pernah berbuat tidak adil pada hamba-Nya. Sang Maha Pencipta tetap menganugerahkan sejuta potensi pada diri Aria di tengah ketunanetraannya. Mempunyai kekurangan bukan berarti tidak dapat berkarya dan berprestasi. Tidak ada manusia yang sempurna. Pasti ada kekurangan di tengah sejuta kelebihan. Kelebihan harus disyukuri dan dikembangkan. Kekurangan jangan menjadi  penghambat kesuksesan.

Figur Aria dapat kita jadikan sebagai contoh teladan. Dengan segala keterbatasannya, Beliau tetap dapat menjadi pribadi yang mandiri dan berprestasi. Ketunanetraan bukanlah sesuatu yang mengerikan. Dengan sikap arif dan positif, semua keterbatasan itu justru menjadi sebuah tantangan yang harus ditaklukan. Kemajuan teknologi pun mulai berpihak pada para penyandang tunanetra. Saat ini telah ada program aplikasi Teknologi Informasi (TI) JAWS yang memungkinkan para penyandang tunanetra untuk surfing di internet. Program JAWS ini merupakan program yang dapat menerjemahkan tulisan menjadi suara. Tidak hanya itu, sekarang juga telah ada INDEX BRAILLE PRINTER 4 x 4 PRO yang memungkinkan para penyandang tunanetra untuk menghasilkan majalah, buku dan koran braille. Semua aplikasi TI itu dapat menjadi sebuah sarana bagi mereka untuk berkarya. Di era kemajuan teknologi sekarang ini, menjadi tukang pijat bukanlah satu-satunya pilihan mata pencaharian bagi para penyandang tunanetra. Dengan kemajuan teknologi, saudara-saudara kita ini dapat berkarya di berbagai bidang. Sekarang, profesi penulis, penerjemah, jurnalis, telemarketer, penyusun komposisi musik dapat menjadi pilihan yang cerdas bagi para penyandang tunanetra. Selamat berjuang dan berkarya saudaraku. Semoga Tuhan selalu memberkahi dan menyertai. Aamiin.

***Artikel ini menjadi Pemenang Kehormatan Lomba Menulis Essay DPP PERTUNI PUSAT 2008 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar