Jumat, 13 September 2013

Mengoptimalkan “Akses” Masyarakat Terhadap KUR



Sejak resmi diluncurkannya oleh Pemerintah tahun 2009 lalu, KUR sudah terbukti mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat kecil. Terbukti, meski terjadi banyak kendala teknis di lapangan, KUR tetap mampu menggerakkan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang notabene bisa tetap bertahan di tengah berbagai gempuran krisis ekonomi yang sering melanda perekonomian negara kita. Meski demikian, pada kenyataannya baru sedikit yang bisa mengakses program KUR. Mengapa demikian?

Setidaknya ada dua kendala besar yang mendasari sulitnya akses pengusaha kecil terhadap KUR, yang pertama yaitu keterbatasan akses antara bank dengan masyarakat di daerah. Keberadaaan perbankan di suatu daerah didaulat dapat membantu masyarakat untuk melakukan pelayanan keuangan, guna meningkatkan perekonomian. Namun, pesatnya pertumbuhan populasi perbankan dalam lima tahun terakhir belum berbanding lurus dengan tingkat ketersentuhan masyarakat akan layanan perbankan. Jumlah masyarakat yang tercatat sebagai nasabah kurang separoh dari total populasi penduduk yang ada di daerah. Bukti kuat lain masih rendahnya akses masyarakat akan layanan perbankan dapat dilihat dari banyaknya peredaran uang tunai di daerah-daerah. Rendahnya tingkat ketersentuhan itu dapat disebabkan beberapa faktor. Pertama, minimnya sosialisasi perbankan terhadap produk dan layanan yang dimilikinya. Kedua, jika dilihat dari sisi penyaluran kredit, kendala yang dihadapi masyarakat berkaitan dengan agunan yang dimiliki. Sementara, selain kelayakkan usaha, agunan termasuk salah satu persyaratan yang diberikan bank dalam menyalurkan kredit. Sedangkan faktor yang ketiga adalah masih kurangnya sosialisasi yang berkaitan dengan skema-skema pembiayaan dari perbankan.



Kendala kedua, lemahnya penegakan hukum dan alur birokrasi yang panjang mejadi pemicu sulitnya akses KUR. Kebijakan yang menyentuh pelaku ekonomi mikro dan kecil saat ini memang sudah sangat banyak. Salah satunya Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan berbagai program lain. Namun, kenyataannya baru sedikit yang bisa mengakses program tersebut dikarenakan prosedur yang harus ditempuh cukup panjang. Di sisi lain, banyak sekali pengusaha besar yang dengan mudah bisa mendapatkan kredit sampai miliaran rupiah tanpa agunan. Mereka dipercaya, karena memiliki dukungan khusus dari pejabat atau politisi berpengaruh. Akibatnya, beberapa pimpinan bank besar seringkali terjerat kasus korupsi karena memberikan kredit tanpa menempuh prosedur. Sementara itu, pelaku ekonomi mikro tanpa dukungan orang berpengaruh tetap harus menempuh prosedur yang panjang. Tidak hanya pemeriksaan agunan, survey yang panjang pun harus dilakukan untuk bisa menyatakan mereka laik bank. Padahal, pinjaman yang mereka ajukan tidak begitu besar.


Peran Strategis KUR
Kredit Usaha Rakyat (KUR) mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. KUR berperan menggerakkan pengembangan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). UKM mempunyai banyak peran yang signifikan, selain berperan dalam pertumbuhan eknomi dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.

Dalam pertumbuhannya UKM sangat membutuhkan dukungan dana dari KUR. Manfaat KUR bagi UKM adalah membantu pembiayaan yang dibutuhkan oleh UKM untuk mengembangkan kegiatan usahanya. Sedangkan Manfaat KUR bagi Pemerintah adalah  tercapainya percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UKM dalam rangka penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja serta pertumbuhan ekonomi. KUR telah berhasil membantu UKM berkembang lebih kompetitif, pertumbuhan ekonomi pun membaik dan telah menyerap banyak tenaga kerja. Namun, tidak semua Kantor Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR, calon debitur harus menanyakan terlebih dahulu ke Kantor Bank Pelaksana itu apakah menyalurkan atau tidak, sehingga Calon Debitur hanya mengajukan KUR ke kantor cabang tertentu saja. Untuk bisa terus berkembang UKM harus mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun keunggulan kompetitif  untuk bersaing dalam perdagangan bebas dengan melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar kualitas.


Optimalisasi KUR
Semakin kompleksnya persoalan dan tantangan masalah akses masyarakat terhadap KUR di masa mendatang, seyogyanya pengoptimalan peran strategis KUR segera dilakukan. Pengoptimalan setidaknya dilakukan dalam dua hal. Pertama, penguatan kewenangan yang dijamin oleh Undang-undang dan yang kedua adalah penguatan dari aspek sumber daya manusia atau SDM yang handal, professional dan memiliki integritas tinggi. Kabar gembira untuk kalangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), tahun ini pemeirntah menaikkan target realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi Rp 36 triliun. Alasan pemerintah menaikkan KUR, karena target tahun lalu tercapai yaitu Rp 30 triliun. Dengan dinaikkannya KUR artinya peluang bagi para pengusaha kecil dan menengah untuk mengembangkan usahanya lebih terbuka lebar. Naiknya anggaran untuk KUR ini harus bisa dimanfaatkan dengan baik oleh kalangan pelaku usaha, khususnya UKM. Sesuai semangat program ini, KUR adalah dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan. KUR harus dioptimalkan untuk merangsang berkembangnya UKM. Kalau dilihat dari tujuannya, sebenarnya pemerintah menerbitkan paket kebijakan ini untuk menopang sektor riil. Sebagaimana kita tahu sektor ini langsung terkait dengan berbagai kegiatan ekonomi yang melibatkan kelompok usaha kecil dan menengah. Mengingat begitu pentingnya peran KUR wajib hukumnya bagi pihak-pihak yang dipercaya untuk menanganinya, khususnya perbankan yang ditunjuk sebagai lembaga penjamin untuk menyampaikan ke masyarakat dan mengimplementasikannya dalam tataran teknis yaitu penyaluran kredit.

Selama ini kita sering mendengar keluhan dan kritik yang ditujukan kepada pemberian KUR oleh bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai lembaga penjamin kredit.  Munculnya keluhan dan kritik ini sebenarnya lebih disebabkan oleh kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah tentang bagaimana cara mendapatkan KUR. Pemahaman yang muncul di masyarakat adalah mengenai sulitnya mendapatkan KUR. Padahal, berkali-kali sudah disampaikan bahwa tidak ada alasan bagi bank penjamin kredit untuk mempersulit pencairan KUR, selama yang mengajukan melampirkan bidang usaha yang akan dilakukannya. Ini yang harus diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pada dasarnya, (mereka) yang mau melakukan KUR harus benar-benar memiliki unit usaha. Mungkin masyarakat perlu ‘dicerahkan’ lagi dengan pengertian KUR. Bahwa yang dimaksud KUR adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh pihak bank kepada UKM yang feasible, tapi belum bankable. Artinya, usaha yang mendapat prioritas diberikan KUR adalah  memiliki prospek bisnis yang baik dan mempunyai kemampuan untuk mengembalikannya.

Kembali ke masalah implementasi KUR di masyarakat, perbankan mempunyai peran sangat penting dalam menyalurkan kredit ke UKM. Tahun 2013 ini, peran aktif perbankan perlu ditingkatkan karena pemerintah menaikkan target KUR menjadi Rp 36 triliun dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 30 triliun. Dari kenaikan jatah kepada para bank penjamin KUR, satu hal yang musti disosialisasikan adalah besarnya suku bunga. Menko Perekonomian Hatta Rajasa sudah menyampaikan suku bunga kredit untuk mikro yang awalnya 22% per tahun menjadi 0,95% per bulan. Artinya, terjadi penurunan. Penurunan suku bunga ini harus benar-benar diaplikasikan ke masyarakat. Sedang untuk ritel, suku bunga yang ditetapkan pemerintah hanya 0,7% per bulan, dari sebelumnya 13% per tahun. Informasi penting ini harus sampai ke masyarakat. Apalagi pemerintah sudah menetapkan bahwa bunga itu berlaku flat. Artinya, ini bisa menjadi stimulus bagi masyarakat untuk tidak takut mengambil KUR. Percuma saja pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perekonomian menaikkan anggaran KUR menjadi Rp 36 triliun, kalau penyerapannya di masyarakat kurang. Semoga KUR ini tidak berhenti pada kredit saja. Namun bisa terintegrasi dengan mega proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sehingga tujuan mulia untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Semoga.


****Artikel ini diikutkan dalam Lomba Penulisan Esai Sekretariat Kabinet 2013




 

2 komentar:

  1. kalo di daerahku,,kur sering dimanfaatkan untuk pembiayaan konsumtif,,bukan modal kerja ato modal usaha,,aku kebetulan bekerja di sebuah lembaga keuangan syariah mba,,sbetulnya kur ini bagus bila penerapannya sesuai dengan pengertiannya,,keberadaan kur ini bagiku,,lembagaku,, merupakan pesaing kuat apbila peruntukannya tdk dibatasi pd orang yg benar2 pelaku UKM,,lama2 lembaga keuangan mikro sprti tmpt ku bkerja akan terlibas,,krn prbdaan suku bunga yg cukup signifikan,,mestinya itu jg jd bhn pertimbangan pemerintah bukan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul juga sich Mba... memang banyak dana KUR yang justru disalahgunakan... sepertinya ini akan menjadi PR besar Pemerintah ya Mba untuk mengusahakan agar penyaluran dana KUR optimal dan tepat sasaran :)

      Makasiihh banyak ya Bunda Aisykha sudah mau mampiiirr :)

      Hapus