Sejak resmi diluncurkannya oleh
Pemerintah tahun 2009 lalu, KUR sudah terbukti mampu meningkatkan taraf hidup
masyarakat kecil. Terbukti, meski terjadi banyak kendala teknis di lapangan, KUR
tetap mampu menggerakkan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang notabene
bisa tetap bertahan di tengah berbagai gempuran krisis ekonomi yang sering
melanda perekonomian negara kita. Meski demikian, pada kenyataannya baru
sedikit yang bisa mengakses program KUR. Mengapa demikian?
Setidaknya ada dua kendala besar yang
mendasari sulitnya akses pengusaha kecil terhadap KUR, yang pertama yaitu
keterbatasan akses antara bank dengan masyarakat di daerah. Keberadaaan
perbankan di suatu daerah didaulat dapat membantu masyarakat untuk melakukan
pelayanan keuangan, guna meningkatkan perekonomian. Namun, pesatnya pertumbuhan
populasi perbankan dalam lima tahun terakhir belum berbanding lurus dengan
tingkat ketersentuhan masyarakat akan layanan perbankan. Jumlah masyarakat yang
tercatat sebagai nasabah kurang separoh dari total populasi penduduk yang ada
di daerah. Bukti kuat lain masih rendahnya akses masyarakat akan layanan
perbankan dapat dilihat dari banyaknya peredaran uang tunai di daerah-daerah.
Rendahnya tingkat ketersentuhan itu dapat disebabkan beberapa faktor. Pertama,
minimnya sosialisasi perbankan terhadap produk dan layanan yang dimilikinya.
Kedua, jika dilihat dari sisi penyaluran kredit, kendala yang dihadapi
masyarakat berkaitan dengan agunan yang dimiliki. Sementara, selain kelayakkan
usaha, agunan termasuk salah satu persyaratan yang diberikan bank dalam
menyalurkan kredit. Sedangkan faktor yang ketiga adalah masih kurangnya
sosialisasi yang berkaitan dengan skema-skema pembiayaan dari perbankan.
Kendala kedua, lemahnya penegakan
hukum dan alur birokrasi yang panjang mejadi pemicu sulitnya akses KUR.
Kebijakan yang menyentuh pelaku ekonomi mikro dan kecil saat ini memang sudah
sangat banyak. Salah satunya Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan berbagai program
lain. Namun, kenyataannya baru sedikit yang bisa mengakses program tersebut
dikarenakan prosedur yang harus ditempuh cukup panjang. Di sisi lain, banyak
sekali pengusaha besar yang dengan mudah bisa mendapatkan kredit sampai
miliaran rupiah tanpa agunan. Mereka dipercaya, karena memiliki dukungan khusus
dari pejabat atau politisi berpengaruh. Akibatnya, beberapa pimpinan bank besar
seringkali terjerat kasus korupsi karena memberikan kredit tanpa menempuh
prosedur. Sementara itu, pelaku ekonomi mikro tanpa dukungan orang berpengaruh
tetap harus menempuh prosedur yang panjang. Tidak hanya pemeriksaan agunan, survey
yang panjang pun harus dilakukan untuk bisa menyatakan mereka laik bank.
Padahal, pinjaman yang mereka ajukan tidak begitu besar.
Peran
Strategis KUR
Kredit Usaha Rakyat (KUR) mempunyai
peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. KUR berperan
menggerakkan pengembangan sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). UKM mempunyai
banyak peran yang signifikan, selain berperan dalam pertumbuhan eknomi dan
penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil
pembangunan. Dalam krisis ekonomi yang terjadi di negara kita sejak beberapa
waktu yang lalu, dimana banyak usaha berskala besar yang mengalami stagnasi
bahkan berhenti aktifitasnya, sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terbukti
lebih tangguh dalam menghadapi krisis tersebut.
Dalam pertumbuhannya UKM sangat
membutuhkan dukungan dana dari KUR. Manfaat KUR bagi UKM adalah membantu
pembiayaan yang dibutuhkan oleh UKM untuk mengembangkan kegiatan usahanya.
Sedangkan Manfaat KUR bagi Pemerintah adalah
tercapainya percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UKM
dalam rangka penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan
kerja serta pertumbuhan ekonomi. KUR telah berhasil membantu UKM berkembang
lebih kompetitif, pertumbuhan ekonomi pun membaik dan telah menyerap banyak
tenaga kerja. Namun, tidak semua Kantor Bank Pelaksana dapat menyalurkan KUR,
calon debitur harus menanyakan terlebih dahulu ke Kantor Bank Pelaksana itu
apakah menyalurkan atau tidak, sehingga Calon Debitur hanya mengajukan KUR ke
kantor cabang tertentu saja. Untuk bisa terus berkembang UKM harus
mempersiapkan diri agar mampu bersaing baik secara keunggulan komparatif maupun
keunggulan kompetitif untuk bersaing
dalam perdagangan bebas dengan melakukan proses produksi dengan produktif dan
efisien, menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan
standar kualitas.
Optimalisasi KUR
Semakin kompleksnya persoalan dan tantangan
masalah akses masyarakat terhadap KUR di masa mendatang, seyogyanya
pengoptimalan peran strategis KUR segera dilakukan. Pengoptimalan setidaknya
dilakukan dalam dua hal. Pertama, penguatan kewenangan yang dijamin oleh
Undang-undang dan yang kedua adalah penguatan dari aspek sumber daya manusia
atau SDM yang handal, professional dan memiliki integritas tinggi. Kabar
gembira untuk kalangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), tahun ini pemeirntah
menaikkan target realisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi Rp 36 triliun.
Alasan pemerintah menaikkan KUR, karena target tahun lalu tercapai yaitu Rp 30
triliun. Dengan dinaikkannya KUR artinya peluang bagi para pengusaha kecil dan
menengah untuk mengembangkan usahanya lebih terbuka lebar. Naiknya anggaran untuk
KUR ini harus bisa dimanfaatkan dengan baik oleh kalangan pelaku usaha,
khususnya UKM. Sesuai semangat program ini, KUR adalah dalam rangka
pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK), penciptaan
lapangan kerja, dan penanggulangan kemiskinan. KUR harus dioptimalkan untuk
merangsang berkembangnya UKM. Kalau dilihat dari tujuannya, sebenarnya
pemerintah menerbitkan paket kebijakan ini untuk menopang sektor riil.
Sebagaimana kita tahu sektor ini langsung terkait dengan berbagai kegiatan ekonomi
yang melibatkan kelompok usaha kecil dan menengah. Mengingat begitu pentingnya
peran KUR wajib hukumnya bagi pihak-pihak yang dipercaya untuk menanganinya,
khususnya perbankan yang ditunjuk sebagai lembaga penjamin untuk menyampaikan
ke masyarakat dan mengimplementasikannya dalam tataran teknis yaitu penyaluran
kredit.
Selama ini kita sering mendengar
keluhan dan kritik yang ditujukan kepada pemberian KUR oleh bank-bank yang
ditunjuk pemerintah sebagai lembaga penjamin kredit. Munculnya keluhan dan kritik ini sebenarnya
lebih disebabkan oleh kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah tentang
bagaimana cara mendapatkan KUR. Pemahaman yang muncul di masyarakat adalah
mengenai sulitnya mendapatkan KUR. Padahal, berkali-kali sudah disampaikan bahwa
tidak ada alasan bagi bank penjamin kredit untuk mempersulit pencairan KUR,
selama yang mengajukan melampirkan bidang usaha yang akan dilakukannya. Ini
yang harus diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pada dasarnya, (mereka)
yang mau melakukan KUR harus benar-benar memiliki unit usaha. Mungkin
masyarakat perlu ‘dicerahkan’ lagi dengan pengertian KUR. Bahwa yang dimaksud
KUR adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan oleh pihak bank kepada UKM
yang feasible, tapi belum bankable. Artinya, usaha yang mendapat prioritas
diberikan KUR adalah memiliki prospek
bisnis yang baik dan mempunyai kemampuan untuk mengembalikannya.
Kembali ke masalah implementasi KUR di
masyarakat, perbankan mempunyai peran sangat penting dalam menyalurkan kredit
ke UKM. Tahun 2013 ini, peran aktif perbankan perlu ditingkatkan karena
pemerintah menaikkan target KUR menjadi Rp 36 triliun dari tahun sebelumnya
yang hanya Rp 30 triliun. Dari kenaikan jatah kepada para bank penjamin KUR,
satu hal yang musti disosialisasikan adalah besarnya suku bunga. Menko
Perekonomian Hatta Rajasa sudah menyampaikan suku bunga kredit untuk mikro yang
awalnya 22% per tahun menjadi 0,95% per bulan. Artinya, terjadi penurunan.
Penurunan suku bunga ini harus benar-benar diaplikasikan ke masyarakat. Sedang
untuk ritel, suku bunga yang ditetapkan pemerintah hanya 0,7% per bulan, dari
sebelumnya 13% per tahun. Informasi penting ini harus sampai ke masyarakat.
Apalagi pemerintah sudah menetapkan bahwa bunga itu berlaku flat. Artinya, ini
bisa menjadi stimulus bagi masyarakat untuk tidak takut mengambil KUR. Percuma
saja pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perekonomian menaikkan anggaran KUR
menjadi Rp 36 triliun, kalau penyerapannya di masyarakat kurang. Semoga KUR ini
tidak berhenti pada kredit saja. Namun bisa terintegrasi dengan mega proyek
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
sehingga tujuan mulia untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Semoga.
****Artikel ini diikutkan dalam Lomba Penulisan Esai Sekretariat Kabinet 2013
****Artikel ini diikutkan dalam Lomba Penulisan Esai Sekretariat Kabinet 2013
kalo di daerahku,,kur sering dimanfaatkan untuk pembiayaan konsumtif,,bukan modal kerja ato modal usaha,,aku kebetulan bekerja di sebuah lembaga keuangan syariah mba,,sbetulnya kur ini bagus bila penerapannya sesuai dengan pengertiannya,,keberadaan kur ini bagiku,,lembagaku,, merupakan pesaing kuat apbila peruntukannya tdk dibatasi pd orang yg benar2 pelaku UKM,,lama2 lembaga keuangan mikro sprti tmpt ku bkerja akan terlibas,,krn prbdaan suku bunga yg cukup signifikan,,mestinya itu jg jd bhn pertimbangan pemerintah bukan?
BalasHapusBetul juga sich Mba... memang banyak dana KUR yang justru disalahgunakan... sepertinya ini akan menjadi PR besar Pemerintah ya Mba untuk mengusahakan agar penyaluran dana KUR optimal dan tepat sasaran :)
HapusMakasiihh banyak ya Bunda Aisykha sudah mau mampiiirr :)