Kamis, 05 Desember 2013

Ekonomi Syariah : Pilihan Terbaik, Aman & Universal



Krisis keuangan dahsyat yang sempat melanda Amerika Serikat (AS) pada awal tahun 2012, yang dampaknya juga merembet ke negara-negara lain di Eropa dan Asia, membukakan mata dunia akan rapuhnya sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem ekonomi kapitalis menggunakan metode flat money (uang kertas) yang mengembangbiakan uang lewat sistem moneter. Metode ini sangat rapuh terhadap krisis dan merugikan ekonomi sektor riil. Fakta dari krisis keuangan AS membuktikan bahwa sistem kapitalis gagal menyelesaikan permasalahan ekonomi dan kesenjangan sosial di negara-negara yang menganutnya. Justru kapitalisme adalah aktor di balik setiap kemiskinan dan sumber utang yang mengakibatkan bangkrutnya negara, seperti yang terjadi di Yunani. Juga disusul negara Eropa lainnya seperti Portugal, Irlandia, Inggris, dan Spanyol yang rasio utangnya sudah mendekati 100 persen.

Fakta kemampuan ekonomi syariah bertahan dari gempuran krisis global 2012, menambah keyakinan bahwa sistem ekonomi syariah memang bisa dijadikan alternatif meredam berbagai kelemahan yang ada pada sistem ekonomi kapitalis (konvensional). Ekonomi syariah sangat jauh dari riba (bunga), juga bersifat sangat transparan sehingga bisa menghindari adanya spekulasi. Di samping itu, ekonomi syariah juga menghindari adanya bisnis spekulatif yang hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara. Sebaliknya, menciptakan ekonomi kebersamaan demi kesejahteraan keberlangsungan kehidupan umat manusia merupakan tujuan dari sistem ekonomi syariah ini.


Keruntuhan Ekonomi Kapitalis
Fakta berbagai kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran dunia, menjadikan wacana keruntuhan ekonomi kapitalis semakin meluas di kalangan para cendikiawan dunia. Banyak pakar yang secara khusus menulis buku tentang The Death of Economics, antara lain Paul Omerod, E.Stigliz, Fritjop Chapra, Critovan Buarque, Fukuyama, John Rawis, Umar Ibrahim Vadillo, Robert Nozik, dsb. Paul Omerod menulis buku berjudul The Death of Economics (1994). Omerrod menandaskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia.  Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem  yang diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu. Ada lagi cendikiawan dari Scotlandia Umar Vadillo yang menulis buku berjudul ”The Ends of Economics”, yang mengkritik secara tajam ketidakadilan sistem moneter kapitalisme.  Kapitalisme justru telah melakukan ”perampokan” terhadap kekayaan negara-negara berkembang melalui sistem moneter flat money yang sesungguhnya adalah riba.

Dari berbagai analisa para ekonom dunia di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi kapitalis telah mulai mengalami keruntuhan. Pertama, teori ekonomi barat (kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam, khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan barat melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua,  teori ekonomi  kapitalisme  tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigma ekonomi kapitalis tidak mengacu kepada kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara individu, masyarakat dan negara. Keempat,  teori ekonominya tidak mampu menyelaraskan hubungan antara negara-negara di dunia, terutama antara negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya  pelestarian sumber daya alam.

Di tengah ekonomi kapitalis yang mulai mengalami keruntuhan, maka peluang ekonomi syariah semakin terbuka luas untuk berkembang dan menjadi solusi sistem perekonomian dunia. Gejala tersebut semakin menunjukan realitanya ketika 75 negara di dunia telah mempraktekan sistem ekonomi dan keuangan Islam, baik di Asia, Eropa, Amerika maupun Australia. Demikian pula dalam bidang akademis, beberapa universitas terkemuka di dunia sedang giat mengembangkan kajian tentang ekonomi syariah. Harvard University merupakan salah satu universitas yang aktif mengembangkan kajian tentang ekonomi syariah. Di Inggris, setidaknya ada enam universitas yang mengembangkan kajian tentang ekonomi syari’ah. Demikian pula di Australia yang digawangi oleh pakar bernama Mettwally. Juga beberapa negara Eropa seperti yang dilakukan oleh Volker Ninhaus. Fenomena ini sangatlah menarik, para cendikiawan barat yang biasanya sangat rasional dan kritis, justru kompak mendukung teory baru yang notabene secara tidak langsung berakar dari satu agama yang lebih identik dengan isu terorisnya. Dari hal ini saja bisa disimpulkan bahwa ekonomi syariah memang benar-benar pilihan yang tepat dan rasional.

Gerakan Ekonomi Syariah (GRES)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) di Lapangan Silang Monas, Minggu 17 November 2013. Agar mampu mendorong misi Indonesia untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Misi ini bukan hal yang mustahil, mengingat Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia. Melalui Gerakan Ekonomi Syariah (GRES), diharapkan edukasi dan sosialisasi potensi serta pemanfaatan ekonomi syariah di tanah air akan lebih meningkat lagi di masa mendatang. Sehingga akselerasi masyarakat terhadap ekonomi syariah semakin maksimal.

Presiden menilai sistem ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang harus diperkuat di Indonesia. Pasalnya, saat perekonomian dunia mengalami gejolak ekonomi syariah terbukti mampu bertahan. Pada era globalisasi semua perekonomian dunia seolah harus diintegrasikan dalam satu sistem global, sehingga ketika ada satu negara yang mengalami masalah dengan ekonominya, hal itu akan berimbas pada negara-negara lainnya. Ekonomi syariah tidak berjarak dari sistem riil sehingga memungkinkan terhindar dari aksi spekulan yang seringkali menimbulkan gejolak pada sistem keuangan dunia. Di samping itu ekonomi syariah juga terus berupaya untuk mewujudkan sistem perekonomian yang adil dan mensejahterakan rakyat. Sistem bagi hasil dalam ekonomi syariah juga memiliki akar yang serupa dengan budaya Indonesia di masa lampau. Sehingga tidaklah keliru jika kita menjatuhkan pilihan pada ekonomi syariah, bukan?

Penerapan Ekonomi Syariah di Indonesia
Sangat menggembirakan memang, sistem ekonomi syariah yang tiga dekade lalu belum familiar di telinga, beberapa tahun terakhir justru telah diterapkan di 75 negara di dunia. Untuk Indonesia sendiri, kita termasuk masih tertinggal. Sebagai negara yang notabene berpenduduk Islam terbanyak di dunia, kita masih belum mampu menjadi pusat syariah dunia. Kurangnya sosialisasi pada masyarakat menjadi salah satu penyebab lambatnya perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Itu menyebabkan banyak masyarakat yang masih belum mengerti mengenai apa itu ekonomi syariah dalam artian yang sebenarnya. Pengetahuan konsumen relatif hanya sebatas pada pengertian bahwa ekonomi syariah itu halal dan sesuai syariat Islam, tanpa mengetahui lebih dalam mengenai keunggulan ekonomi syariah itu sendiri. Banyaknya bank syariah yang masih satu nama dengan bank konvensional, juga membuat konsumen semakin rancu tentang apa sebenarnya kelebihan bank syariah selain daripada aspek halal-haramnya.

Meskipun sudah terbukti mampu bertahan dari gempuran krisis global, tidak membuat lembaga keuangan syariah bisa serta merta unggul dibanding bank-bank konvensional. Diperlukan adanya program dan strategi yang jelas guna menarik minat konsumen. Di tengah konsumen modern, item yang rasional dan menguntungkan mutlak diperlukan. Konsumen selalu memilih sesuatu yang mudah, murah, dan mempunyai banyak keuntungan. Lembaga keuangan syariah harus mampu mengakomodir semua keinginan konsumen itu. Harus bisa menawarkan produk-produk perbankan yang mempunyai banyak keunggulan, mudah dan murah untuk menjangkaunya, kelengkapan fasilitas fitur yang ditawarkan, dan juga bisa memberikan pelayanan yang profesional.

Namun harus diakui pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia sangat menggembirakan, yaitu mencapai 40 persen setiap tahunnya, jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi konvensional yang hanya mencapai 19 persen setiap tahunnya. Launching GRES merupakan salah satu wujud komitmen Pemerintah untuk terus mendorong aktivitas ekonomi syariah nasional khususnya di tengah proses pembangunan yang sedang berjalan. Pertumbuhan ekonomi syariah nasional tercermin dari pertumbuhan aktivitas  di sektor perbankan syariah, asuransi syariah, pasar modal syariah, lembaga keuangan mikro syariah dan pengelolaan zakat. Perkembangan ini juga memberi imbas yang cukup besar bagi pembangunan nasional khususnya di sektor riil seperti mendorong usaha mikro dan kecil, peningkatan pendapatan masyarakat, social security, social inclusivity, perluasan pasar lapangan kerja dan memperkokoh fundamental ekonomi nasional. Berdasarkan data Bank Indonesia, hingga akhir 2012 terdapat  11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS),  dan 156 BPRS dengan jaringan kantor sebanyak 2.574 lokasi atau tumbuh sebesar  25,31%. Pembiayaan perbankan syariah hingga akhir 2012 menunjukan peningkatan pada pembiayaan modal kerja usaha yang mayoritas atau sekitar 60% disalurkan pada usaha mikro dan kecil. Selain itu, perkembangan lembaga keuangan mikro syariah baik bank dan non bank menunjukan kinerja yang menggembirakan dengan rata-rata pertumbuhan di kisaran 30% baik pembiayaan maupun berdasarkan asetnya.  Rata-rata pertumbuhan asset BPR Syariah selama 6 tahun terakhir (Januari 2008 – Juni 2013) mencapai 30.49% dan rata-rata pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat mencapi 31.52%. 

Semoga saja di tahun-tahun mendatang pertumbuhan ekonomi syariah semakin bisa ditingkatkan lagi, khususnya yang berorientasi pro-poor, pro-job, dan pro-growth. Semoga.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar