Krisis
keuangan dahsyat yang sempat melanda Amerika Serikat (AS) pada awal tahun 2012,
yang dampaknya juga merembet ke negara-negara lain di Eropa dan Asia,
membukakan mata dunia akan rapuhnya sistem ekonomi kapitalis. Dalam sistem
ekonomi kapitalis menggunakan metode flat money (uang kertas) yang
mengembangbiakan uang lewat sistem moneter. Metode ini sangat rapuh terhadap
krisis dan merugikan ekonomi sektor riil. Fakta dari krisis keuangan AS
membuktikan bahwa sistem kapitalis gagal menyelesaikan permasalahan ekonomi dan
kesenjangan sosial di negara-negara yang menganutnya. Justru kapitalisme adalah
aktor di balik setiap kemiskinan dan sumber utang yang mengakibatkan
bangkrutnya negara, seperti yang terjadi di Yunani. Juga disusul negara Eropa
lainnya seperti Portugal, Irlandia, Inggris, dan Spanyol yang rasio utangnya
sudah mendekati 100 persen.
Fakta
kemampuan ekonomi syariah bertahan dari gempuran krisis global 2012, menambah
keyakinan bahwa sistem ekonomi syariah memang bisa dijadikan alternatif meredam
berbagai kelemahan yang ada pada sistem ekonomi kapitalis (konvensional).
Ekonomi syariah sangat jauh dari riba (bunga), juga bersifat sangat transparan
sehingga bisa menghindari adanya spekulasi. Di samping itu, ekonomi syariah
juga menghindari adanya bisnis spekulatif yang hanya mengejar keuntungan
sebesar-besarnya dengan menghalalkan segala cara. Sebaliknya, menciptakan
ekonomi kebersamaan demi kesejahteraan keberlangsungan kehidupan umat manusia
merupakan tujuan dari sistem ekonomi syariah ini.
Keruntuhan Ekonomi
Kapitalis
Fakta
berbagai kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran dunia, menjadikan wacana
keruntuhan ekonomi kapitalis semakin meluas di kalangan para cendikiawan dunia.
Banyak pakar yang secara khusus menulis buku tentang The Death of Economics,
antara lain Paul Omerod, E.Stigliz, Fritjop Chapra, Critovan
Buarque, Fukuyama, John Rawis, Umar Ibrahim Vadillo, Robert
Nozik, dsb. Paul Omerod
menulis buku berjudul The Death of Economics (1994). Omerrod menandaskan bahwa
ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata
tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang
melanda dunia. Mekanisme pasar yang
merupakan bentuk dari sistem yang
diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang
tertentu. Ada lagi cendikiawan dari Scotlandia Umar Vadillo yang menulis buku berjudul ”The Ends
of Economics”, yang mengkritik secara tajam ketidakadilan sistem moneter
kapitalisme. Kapitalisme justru telah
melakukan ”perampokan” terhadap kekayaan negara-negara berkembang melalui
sistem moneter flat money yang sesungguhnya adalah riba.
Dari
berbagai analisa para ekonom dunia di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi
kapitalis telah mulai mengalami keruntuhan. Pertama, teori ekonomi barat
(kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam,
khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan barat melalui hegemoni
mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua,
teori ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan
dan ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigma ekonomi kapitalis tidak mengacu
kepada kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
individu, masyarakat dan negara. Keempat,
teori ekonominya tidak mampu menyelaraskan hubungan antara negara-negara
di dunia, terutama antara negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima,
terlalaikannya pelestarian sumber daya
alam.
Di
tengah ekonomi kapitalis yang mulai mengalami keruntuhan, maka peluang ekonomi
syariah semakin terbuka luas untuk berkembang dan menjadi solusi sistem
perekonomian dunia. Gejala tersebut semakin menunjukan realitanya ketika 75 negara
di dunia telah mempraktekan sistem ekonomi dan keuangan Islam, baik di Asia,
Eropa, Amerika maupun Australia. Demikian pula dalam bidang akademis, beberapa
universitas terkemuka di dunia sedang giat mengembangkan kajian tentang ekonomi
syariah. Harvard University merupakan salah satu universitas yang aktif
mengembangkan kajian tentang ekonomi syariah. Di Inggris, setidaknya ada enam
universitas yang mengembangkan kajian tentang ekonomi syari’ah. Demikian pula
di Australia yang digawangi oleh pakar bernama Mettwally. Juga beberapa negara
Eropa seperti yang dilakukan oleh Volker Ninhaus. Fenomena ini sangatlah menarik,
para cendikiawan barat yang biasanya sangat rasional dan kritis, justru kompak
mendukung teory baru yang notabene secara tidak langsung berakar dari satu
agama yang lebih identik dengan isu terorisnya. Dari hal ini saja bisa
disimpulkan bahwa ekonomi syariah memang benar-benar pilihan yang tepat dan
rasional.
Gerakan Ekonomi Syariah
(GRES)
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono mencanangkan Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) di Lapangan
Silang Monas, Minggu 17 November 2013. Agar mampu mendorong misi Indonesia
untuk menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Misi ini bukan hal yang mustahil,
mengingat Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia. Melalui Gerakan
Ekonomi Syariah (GRES), diharapkan edukasi dan sosialisasi potensi serta pemanfaatan
ekonomi syariah di tanah air akan lebih meningkat lagi di masa mendatang.
Sehingga akselerasi masyarakat terhadap ekonomi syariah semakin maksimal.
Presiden
menilai sistem ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang harus diperkuat di
Indonesia. Pasalnya, saat perekonomian dunia mengalami gejolak ekonomi syariah
terbukti mampu bertahan. Pada era globalisasi semua perekonomian dunia seolah
harus diintegrasikan dalam satu sistem global, sehingga ketika ada satu negara
yang mengalami masalah dengan ekonominya, hal itu akan berimbas pada
negara-negara lainnya. Ekonomi syariah tidak berjarak dari sistem riil sehingga
memungkinkan terhindar dari aksi spekulan yang seringkali menimbulkan gejolak
pada sistem keuangan dunia. Di samping itu ekonomi syariah juga terus berupaya
untuk mewujudkan sistem perekonomian yang adil dan mensejahterakan rakyat.
Sistem bagi hasil dalam ekonomi syariah juga memiliki akar yang serupa dengan
budaya Indonesia di masa lampau. Sehingga tidaklah keliru jika kita menjatuhkan
pilihan pada ekonomi syariah, bukan?
Penerapan Ekonomi Syariah
di Indonesia
Sangat
menggembirakan memang, sistem ekonomi syariah yang tiga dekade lalu belum
familiar di telinga, beberapa tahun terakhir justru telah diterapkan di 75
negara di dunia. Untuk Indonesia sendiri, kita termasuk masih tertinggal.
Sebagai negara yang notabene berpenduduk Islam terbanyak di dunia, kita masih belum
mampu menjadi pusat syariah dunia. Kurangnya sosialisasi pada masyarakat
menjadi salah satu penyebab lambatnya perkembangan ekonomi syariah di
Indonesia. Itu menyebabkan banyak masyarakat yang masih belum mengerti mengenai
apa itu ekonomi syariah dalam artian yang sebenarnya. Pengetahuan konsumen relatif
hanya sebatas pada pengertian bahwa ekonomi syariah itu halal dan sesuai
syariat Islam, tanpa mengetahui lebih dalam mengenai keunggulan ekonomi syariah
itu sendiri. Banyaknya bank syariah yang masih satu nama dengan bank
konvensional, juga membuat konsumen semakin rancu tentang apa sebenarnya kelebihan
bank syariah selain daripada aspek halal-haramnya.
Meskipun
sudah terbukti mampu bertahan dari gempuran krisis global, tidak membuat
lembaga keuangan syariah bisa serta merta unggul dibanding bank-bank
konvensional. Diperlukan adanya program dan strategi yang jelas guna menarik
minat konsumen. Di tengah konsumen modern, item yang rasional dan menguntungkan
mutlak diperlukan. Konsumen selalu memilih sesuatu yang mudah, murah, dan
mempunyai banyak keuntungan. Lembaga keuangan syariah harus mampu mengakomodir
semua keinginan konsumen itu. Harus bisa menawarkan produk-produk perbankan
yang mempunyai banyak keunggulan, mudah dan murah untuk menjangkaunya,
kelengkapan fasilitas fitur yang ditawarkan, dan juga bisa memberikan pelayanan
yang profesional.
Namun
harus diakui pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia sangat menggembirakan,
yaitu mencapai 40 persen setiap tahunnya, jauh lebih tinggi dibanding
pertumbuhan ekonomi konvensional yang hanya mencapai 19 persen setiap tahunnya.
Launching GRES merupakan salah satu wujud komitmen
Pemerintah untuk terus mendorong aktivitas ekonomi syariah nasional khususnya
di tengah proses pembangunan yang sedang berjalan. Pertumbuhan ekonomi
syariah nasional tercermin dari pertumbuhan aktivitas di sektor perbankan syariah, asuransi
syariah, pasar modal syariah, lembaga keuangan mikro syariah dan pengelolaan
zakat. Perkembangan ini juga memberi imbas yang cukup besar bagi pembangunan
nasional khususnya di sektor riil seperti mendorong usaha mikro dan kecil,
peningkatan pendapatan masyarakat, social security, social inclusivity,
perluasan pasar lapangan kerja dan memperkokoh fundamental ekonomi nasional. Berdasarkan
data Bank Indonesia, hingga akhir 2012 terdapat
11 Bank Umum Syariah (BUS), 24 Bank Syariah dalam bentuk Unit Usaha
Syariah (UUS), dan 156 BPRS dengan
jaringan kantor sebanyak 2.574 lokasi atau tumbuh sebesar 25,31%. Pembiayaan perbankan syariah hingga
akhir 2012 menunjukan peningkatan pada pembiayaan modal kerja usaha yang
mayoritas atau sekitar 60% disalurkan pada usaha mikro dan kecil. Selain itu,
perkembangan lembaga keuangan mikro syariah baik bank dan non bank menunjukan
kinerja yang menggembirakan dengan rata-rata pertumbuhan di kisaran 30% baik
pembiayaan maupun berdasarkan asetnya. Rata-rata
pertumbuhan asset BPR Syariah selama 6 tahun terakhir (Januari 2008 – Juni
2013) mencapai 30.49% dan rata-rata pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan
kepada masyarakat mencapi 31.52%.
Semoga saja di tahun-tahun mendatang pertumbuhan ekonomi syariah semakin bisa ditingkatkan lagi, khususnya yang berorientasi pro-poor, pro-job, dan pro-growth. Semoga.
Semoga saja di tahun-tahun mendatang pertumbuhan ekonomi syariah semakin bisa ditingkatkan lagi, khususnya yang berorientasi pro-poor, pro-job, dan pro-growth. Semoga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar