Pengesahan UU BPJS pada 28 Oktober 2011 lalu menumbuhkan harapan akan
datangnya jaminan sosial yang lebih baik bagi kalangan pekerja terutama
buruh. Menjadi sebuah angin segar di tengah banyaknya kasus
ketidakadilan yang sering dialami para pekerja. Selama ini banyak
perusahaan nakal yang tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam Jamsostek
meskipun UU telah mewajibkan para pengusaha. Akibatnya, banyak pekerja
tidak mendapatkan asuransi yang mampu melindungi mereka manakala
mengalami kecelakaan kerja, kematian, hari tua, ataupun pensiun.
Sekarang, setelah UU BPJS resmi disahkan, terjadi sebuah transformasi
yang sangat signifikan. Dimana jenis kepesertaan jaminan sosial telah
berubah menjadi wajib. Seseorang tidak bebas untuk menentukan apakah ia
akan menjadi peserta atau tidak dalam program jaminan sosial yang
ditentukan Undang-undang. Melainkan wajib menjadi peserta. Demikian pula
BPJS tidak dapat memilih siapa yang diterima atau tidak diterima
menjadi peserta yang akan ditanggungnya.
Prinsip kepesertaan bersifat wajib ini merupakan salah satu unsur
yang membedakan BPJS dengan sistem jaminan atau asuransi komersial.
Dalam sistem asuransi komersial prinsip kepesertaan yang dianut adalah
kesukarelaan, berdasarkan kesepakatan tertanggung dan penanggung.
Seseorang bebas menentukan pilihannya apakah akan menjadi peserta
asuransi komersial atau tidak. Demikian pula penanggung bebas menentukan
apakah ia akan menanggung seseorang yang ingin menjadi peserta program
asuransi yang ditawarkan. Kesepakatan di antara kedua pihak tersebut
menentukan terjadi atau tidaknya perjanjian asuransi yang dituangkan ke
dalam polis, yaitu bukti tertulis tentang telah terjadinya perjanjian
asuransi antara tertanggung dan penanggung. Celah inilah yang biasanya
digunakan oleh para pengusaha untuk mangkir dari tanggung jawab
memberikan jaminan sosial pekerjanya.
Transformasi Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan
Penataan kelembagaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan
salah satu prioritas yang harus dilaksanakan pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Berkaitan dengan itu,
pemerintah telah menyiapkan payung hukum untuk menunjang pelaksanaannya,
yaitu Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Pemerintah
juga menetapkan UU BJPS yang mengatur tentang badan hukum penyelenggara
program jaminan sosial.
UU BJPS menetapkan bahwa Jamsostek, ASABRI dan Taspen, akan
ditransformasi menjadi BPJS II (ketenagakerjaan) yang bertugas menangani
masalah kecelakaan kerja, kematian, pensiun dan tunjangan hari tua.
Pembentukan badan hukum BPJS II akan dilaksanakan pada 1 Januari 2014,
dan selambat-lambatnya pada Juli 2015 harus sudah difungsikan. BPJS ini
merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program
jaminan sosial. Penyelenggaraannya didasarkan pada prinsip
kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas,
portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana amanat, hasil pengelolaan
dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program
dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
UU SJSN dan UU BPJS bertujuan memberi kepastian perlindungan dan
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Undang-Undang ini
mengamanatkan antara lain bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk
menyediakan jaminan sosial, yang meliputi: jaminan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan
kematian, dengan penekanan jaminan kesehatan sebagai prioritas utama.
Tak ketinggalan, UU ini mengamanatkan perubahan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yang bersifat nirlaba.
Dampak Positif Bagi Pekerja
Dalam UU SJSN dan UU BPJS kepesertaan bersifat wajib. Hal itu
dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta, sehingga dapat
terlindungi untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak,
apabila mereka mengalami risiko yang dapat mengakibatkan berkurang atau
hilangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan,
kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun. Kepesertaan
seseorang dimulai setelah yang bersangkutan membayar iuran dan/atau
iurannya dibayar oleh pemberi kerja, atau bagi mereka yang tergolong
fakir miskin dan orang yang tidak mampu iurannya dibayar oleh
Pemerintah.
Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya
tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan Pemerintah, serta
kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja
di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi
peserta secara suka rela, sehingga dapat mencakup petani, nelayan, dan
meraka yang bekerja secara mandiri, sehingga pada akhirnya SJSN dapat
mencakup seluruh rakyat.
Cakupan kepesertaan bagi seluruh rakyat ini biasa disebut dengan
universal coverage. Pemerintah mencanangkan universal coverage untuk
program jaminan kesehatan pada tahun 2014. Sedangkan untuk program
jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan
kematian direncanakan akan direalisasikan pada tahun 2015.
UU SJSN menentukan bahwa pemberi kerja secara bertahap wajib
mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS, sesuai
dengan program yang diikuti. Mengenai iuran jaminan kesehatan bagi
peserta penerima upah, UU SJSN menentukan bahwa secara bertahap
ditanggung bersama oleh pekerja dan pemberi kerja. Selain itu UU SJSN
juga menentukan bahwa Pemerintah secara bertahap mendaftarkan penerima
bantuan iuran sebagai peserta kepada BPJS.
Program jaminan sosial bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu
yang dibayar oleh pemerintah adalah untuk program jaminan kesehatan.
Ketentuan mengenai pembayaran iuran bagi penerima bantuan iuran program
jaminan sosial diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peserta berhak memperoleh manfaat dari program jaminan sosial yang
diikuti. Prioritas untuk program jaminan kesehatan adalah untuk
pembayaran iuran bagi fakir miskin dan orang yang tidak mampu. Bagi
mereka yang mampu membayar iuran, lima program jaminan sosial yang
ditentukan dalam UU SJSN (Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja,
Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian) merupakan hak
mereka. Tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk tidak memenuhi hak
tersebut, karena iuran dibayar oleh peserta dan/atau pemberi kerja
sesuai dengan ketentuan UU SJSN.
Sosialisasi memang harus terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran
dan pemahaman pengusaha serta tenaga kerja atas pentingnya program
jaminan sosial. Dengan ini, kita berharap masalah kepesertaan Jamsostek
tidak sekadar kewajiban mematuhi peraturan saja, namun menjadi suatu
kebutuhan. Dan PT Jamsostek membantu pengusaha dalam memberikan
perlindungan jaminan sosial untuk tenaga kerja, menuju sistem jaminan
sosial universal. Semoga.
**Artikel Opini ini dimuat di Harapan Rakyat Online (November 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar