Kamis, 23 September 2010

Tidak Ada Hal Yang Salah Kalau Sudah Menyangkut Kemuliaan Seorang Ibu

By Retno Arieswanti Hapsarini

Sebagai sebuah bentuk hubungan yang wajar antara ibu dan anak, hubungan saya dengan Ibu penuh dengan pasang surut. Gelombang pasang itu datang beberapa tahun silam sewaktu saya masih kuliah semester tiga. Sebuah tragedi terjadi yang membuat hubungan kami rusak dalam waktu yang cukup lama. Sebelumnya saya sangat “memuja” Ibu, dalam hati ini tertanam tekad : “Saya harus menjadi anak yang bisa membanggakan dan membahagiakan Beliau!”. Namun kejadian itu membuat rasa kagum itu hancur berantakan berkeping-keping, terganti dengan rasa sakit merasa terkhianati yang teramat sangat. Jika dilihat secara kasap mata kejadian itu terlihat simple. Tapi bagi saya tidak begitu! Ada banyak alasan yang membuatnya menjadi begitu berat dan teramat menyakitkan.

Liburan semester tiba seperti biasa saya pulang kampung naik kereta ekonomi Pasundan dari Yogyakarta menuju Banjar. Sesampai di stasiun Banjar, Ayah sudah menunggu untuk menjemput. “Kok pake jaket? Tumben?”, tanya saya dalam hati karena biasanya Ayah tidak pernah pake jaket. Tanpa banyak bicara saya ikuti saja langkah Beliau menuju parkiran. Ayah melangkah menuju sebuah motor honda baru. Saya pun tertegun, kemudian spontan bertanya, “Motor siapa nih?”. “Motor kita dong.”, jawab Ayah. Wah ternyata mereka membeli motor baru! Pantas saja Ayah pake jaket biasanya kalau menjemput pake mobil Ayah gak pernah pake jaket. Alhamdulillah waktu itu keluarga kami sudah mempunyai mobil walaupun hanya sebuah mobil yang sangat sederhana sekali sangat jauh dari kata mewah. Tetapi dengan mobil “butut” itu lah kami bisa bepergian bersama sekeluarga dengan nyaman.


Melihat motor baru angan-angan indah langsung bermain-main dalam benak ini. “Wah asik asik motor ini bisa saya bawa ke Jogja untuk mempermudah proses kuliah.”, gumam saya dalam hati. Tanpa menunggu lama saya langsung mengutarakan keinginan itu pada Ayah. “Ya silahkan saja kalau mau dibawa ke Jogja. Tapi belajar naikinnya dulu.”, jawab Ayah santai membuat saya begitu teramat sangat senang. But it was not an ending! Lalu apa yang terjadi sesampai di rumah? Sangat mengecewakan! Ibu tidak sependapat dengan Ayah. Dengan santainya Ibu berkata, “Anak cewe gak usah kebanyakan gaya, gak usah bawa motor segala. Jadi anak itu harus prihatin bersyukur dengan apa yang ada.”. Kata-kata itu meluncur dengan enaknya dari bibir Ibu. Gubrag! Luluh lantak sudah perasaan saya pada waktu itu.

Malam harinya saya menangis sendirian terisak-isak di kamar. Itulah pertama kalinya saya menangis karena kecewa pada manusia(Ibu). Bukannya saya tidak pernah menangis sih, sering saya menangis tapi karena sebab lain; sedih melihat acara TOLONG di TV, sedih saat ada saudara yang meninggal atau ikut-ikutan menangis saat melihat sahabat yang sedang bersedih hati. Kalau menangis karena kecewa pada manusia---saya tidak pernah. Hanya Ibu saja lah yang bisa membuat diri ini menangis! Menangis karena kecewa pada cowo pun gak pernah loh! Saya paling anti melakukannya hehe. Saat  sakit hati sama cowo bukannya menangis yang ada justru marah-marah sendiri dalam hati sambil mengutuk,”Awas lihat saja nanti! Kamu bakalan menyesal sudah meremahkan dan membuang ririn!”. Sikap yang ini ekstrim banget ya? jangan ditiru  ah hehe.

Sejauh ini hanya Ibu lah satu-satunya manusia di dunia ini yang bisa membuat saya menangis. Ternyata benar apa kata sebuah ungkapan bahwa orang yang bisa “menyakiti” kita dengan hebat adalah orang yang paling kita cintai. Itulah yang terjadi pada saya saat itu. Sejak kecil saya sangat mencintai dan mengagumi Ibu. Sosok luar biasa dengan ketangguhan 1000% kisah hidup Beliau sangat berwarna penuh dengan kesulitan dan rintangan sejak kecil. Meskipun demikian tidak lantas menjadikan Beliau sosok yang keras dan apriori terhadap orang lain. Ibu tetap menjadi dirinya sendiri sosok lembut dan penuh kasih sayang namun sangat tangguh dan tahan banting. Steel Butterfly(kupu-kupu baja). Dari luar terlihat anggun dan indah namun sekaligus juga memiliki kekuatan dan ketangguhan yang luar biasa. Sikap itu pula yang diajarkan pada kami anak-anaknya, saya dan adik. Harus selalu bersikap baik pada orang lain, menghormati orang lain tanpa memandang backgroundnya. Prinsip tentang kemandirian juga sangat Beliau tekankan. Saya sangat ingat perkataan Ibu dulu sewaktu saya masih kelas 5 SD, kata-kata itu selalu membekas dalam hati ini, “Walaupun perempuan tetap harus mandiri. Harus punya penghasilan sendiri. Dengan begitu kamu bisa membantu suami dan anak-anakmu kelak. Dan yang lebih penting jadilah manusia yang punya banyak manfaat bagi sesama.”. Kata-kata inilah yang selalu menjadi pegangan saya dalam menjalani hidup sampai saat ini.

Rasa cinta yang teramat sangat mengakibatkan rasa sakit yang begitu hebat---saat rasa cinta itu seolah terkhianati. Berjam-jam saya menangis, walau pelan-pelan sih, malu kalau ada yang denger---kesannya kaya cengeng banget hehe. Pasti teman-teman bertanya dalam hati kenapa sih gak boleh bawa motor aja sampe segitunya? Dalam kondisi perkuliahan yang normal berangkat jam tujuh pulang jam tiga sore sangat tidak masalah tidak membawa motor juga. Namun kuliah saya berbeda! Jurusan saya teknik sipil program diploma pula, banyak sekali praktek dan tugas kelompok. Selain kuliah reguler di kampus kami pun dituntut untuk mengerjakan tugas seabreg yang dikerjakan secara berkelompok. Dimana kadang untuk mengerjakannya ataupun acc ke asisten dosen sampe jam sepuluh atau sebelas malam. Terbayang bukan bagaimana repotnya saya tanpa motor?

Itulah alasan saya sangat kecewa pada Ibu. Pada waktu itu saya menganggap Ibu sangat egois ingin enaknya sendiri tanpa mempedulikan kesengsaraan anaknya. “Bagus, sana pamer saja sama teman-teman kantormu punya mobil sekaligus motor!”, umpat saya dalam hati saking kecewanya. Sebelumnya Ibu sering bercerita tentang lingkungan tempat Beliau bekerja yang kurang kondusif sering berlomba-lomba dalam hal materi makanya saya langsung berburuk sangka seperti itu.

Pokoknya hati saya waktu itu sangat lah hancur. Merasa dikhianati Ibu! Saya sudah sengsara jatuh bangun kuliah demi bisa membahagiakan Ibu, eh yang dibela-belain malah egois pengen enaknya sendiri tanpa mempedulikan keadaan anaknya. Kurang lebih begitulah yang saya pikirkan saat itu. Sejak kejadian itu saya benar-benar ngambek. Selama dua minggu liburan di rumah tidak pernah satu kali pun saya berbicara pada Ibu. Bahkan saat Ibu berusaha memulai pembicaran terlebih dahulu pun saya acuhkan begitu saja. Ibu saya anggap seperti angin, ada tapi tiada hehe. Pertengkaran itu tidak selesai sampai di situ, sekembalinya saya ke Jogja genderang permusuhan tetap saya tabuh. Kalau Ibu telepon gak pernah saya angkat. Sms pun hanya sebulan satu kali saja saya balas---saat Ibu bertanya apakah uang kiriman sudah sampai atau belum. Jawabannya pun sangat singkat hanya sebuah kata : udah.

Sejak kejadian itu sikap kagum dan respect saya pada Ibu berlahan luntur. Perlahan tapi pasti saya berubah menjadi anak keras kepala yang hanya mengikuti apa kata hati sendiri tanpa mempedulikan penilaian orang lain. Jika sudah meyakini sesuatu akan terus saya pegang teguh sampai akhir meskipun harus bertentangan dengan “dunia”.

Alhamdulillah dua tahun kemudian kesalahpahaman itu terselesaikan juga. Setelah ditelisik lebih jauh ada salah komunikasi di antara kami. Saya berandil besar dalam kesalahpahaman ini. Saya tidak pernah menceritakan pada Ibu tentang kuliah saya yang begitu berat, dengan pertimbangan tidak mau membuat Ibu khawatir. Otomatis Ibu pun gak tau dong kalau kuliah saya memang berat, Beliau beranggapan kuliah saya hanya biasa saja sama kaya yang lain. Dan sayangnya Ibu juga tidak memberitahu alasan sebenarnya mengapa Beliau tidak mau memberi saya motor. Semua itu baru terungkap setelah semuanya terlanjur terjadi. Ternyata motor itu memang sengaja dibeli untuk mengantarkan Ibu bekerja. Tempat Ibu bekerja cukup jauh dari rumah sekitar 20 km. “Kalau Mamah diantar pake mobil bensinnya boros empat kali lipat. Dengan motor jauh lebih irit.”, begitu penjelasan Ibu. Keadaan ekonomi keluarga kami yang biasa saja mengharuskan Ibu memutar otak mensiasati agar penghasilan yang sedikit itu bisa cukup untuk memenuhi semua kebutuhan hidup yang seabreg termasuk biaya kuliah saya dan sekolah adik. Yah sebuah penjelasan yang terlambat. Selain itu Ibu juga ragu takut setelah bawa motor saya justru banyak keluyuran gak jelas, secara di Jogja benar-benar sendiri gak ada yang mengawasi sama sekali tidak punya saudara di sana. Mengetahui semua itu tentu saja saya sangat menyesal dan merasa bersalah. Terlebih Ibu juga bilang betapa Beliau selalu merasakan perasaan yang tidak enak setiap harinya---selama saya memusuhinya. Saya hanya bisa bergumam dalam hati, “Sama Mah, ririn juga merasakan hal yang sama, kaya ada batu yang mengganjal di hati, sehingga gimana pun keadaannya ririn tidak pernah sepenuhnya merasakan situasi yang 100% nyaman dalam setiap keadaan.”. Seperti biasa kata maaf tidak pernah terucap dari bibir ini karena malu sekaligus tidak terbiasa. Namun Ibu seolah sudah bisa membaca kata maaf yang tersimpan itu(bahasa qolbu berlaku dalam hal ini hehe). Melalui sikap saya yang kembali kooperatif Beliau sudah paham betul kalau anaknya sudah mengibarkan bendera putih perdamaian.

Selalu ada hikmah di balik segala sesuatu. Allah SWT sebenarnya tau alasan Ibu tidaklah salah sehingga DIA pun menghadiahkan sesuatu yang indah. Seperti halnya pertengkaran panjang yang terlanjur terjadi, karakter saya pun terlanjur terbentuk. Sifat sangat percaya diri dengan pilihan diri sendiri walau sering kali pilihan tersebut  bertentangan dengan pendapat banyak orang---sebuah pilihan yang tidak populer di masyarakat. Karena saya beranggapan bahwa hidup adalah perjalanan dari pilihan satu ke pilihan selanjutnya. Dan setiap pilihan ada konsekuensinya masing-masing. Asal bisa mempertanggungjawabkan pilihan tersebut kita tidak perlu terlalu ambil pusing dengan penilaian orang lain(orang lain cukup sebagai penilai tapi bukan penentu). “Ooh mungkin ini memang skenario yang direncanakan Allah SWT untuk saya, DIA tengah membantu Ibu membentuk karakter saya lewat caraNYA sendiri.”. Kalau sudah menyangkut seorang Ibu hasil akhirnya selalu baik! Dari sebuah pertengkaran saja justru mengandung hikmah yang sangat luar biasa. Kata pertengkaran yang biasanya identik dengan kerugian disulap oleh keberkahan dan keajaiban seorang Ibu sehingga mendatangkan hasil akhir yang sangat berguna. Dari sana saya memperoleh bekal yang sangat penting untuk melangkah ke depan. Bekal sifat, karakter dan kepercayaan diri yang kuat. “Thanks Mom, semua ini berkat Ibu.”. Tidak hanya itu saja, keajaiban seorang Ibu juga terjadi pada tulisan-tulisan saya, percaya tidak percaya setiap tulisan yang di dalamnya ada unsur kisah tentang Ibu pasti menang sayembara hehe. Salah satunya tulisan saya tentang Ibu pada 2008 kemaren menang sayembara menulis salah satu produk sumplemen kecantikan kulit. Hadiahnya piknik gratis ke Bali selama tiga hari tiga malam(foto-foto moment tersebut saya lampirkan dalam tulisan ini).

Setelah kesalahpahaman terselesaikan hubungan kami kembali membaik. Layaknya hubungan Ibu dan anak yang cukup harmonis. Walau sekarang kami masih sering ribut-ribut perang opini gak penting(eyel-eyelan). Tapi ributnya gak kaya dulu(kalau sekarang cuma di mulut doang di hati tidak), cuma ribut-ribut kecil perang opini kalau sudah menyangkut masalah jodoh. Ibu yang sangat ingin anaknya segera menikah sangat gregetan melihat saya yang justru terkesan santai-santai saja. Setiap ada kesempatan Ibu selalu menyinggung masalah ini. Makanya kalau di rumah saya sering “kabur-kaburan” menghindar berlagak sok sibuk, pura-pura ngetik di depan komputer padahal sih lagi pesbukan hehe. Saking gregetannya melihat kesantaian saya, Ibu sampai merekomendasikan beberapa nama cowo. Dan lucunya jalan ceritanya selalu mirip dengan ending yang sama. Awalnya waktu Ibu mulai membuka mulut mempromosikan si cowo saya langsung resistant menolak mentah-mentah(dengan gaya yang sok laku banget gitu loh hehe), terus ribut-ribut perang opini deh si Ibu dan anak ini. Eh lucunya setelah ketemu langsung orangnya sedikit mengenal sifat dan kepribadiannya saya mendadak sedikit menaruh hati dan simpati pada kepribadian si cowo. Tapi sayang cowo tersebut justru mendadak menghilang gak ada kabar berita dan kelanjutannya. Ya sudah ending sampai di situ deh. Hal itu bukan sekali saja terjadi loh, melainkan beberapa kali dengan cerita yang hampir sama. “Makanya jadi cewe mah tong sok kapedean geura, acan-acan ge udah sok gaya bilang gak mau, karasa pan ayena mah menyesal ditinggalkeun.“ artinya : “ Makanya jadi cewe jangan sok kepedean, belum-belum juga sudah bilang gak mau, sekarang baru terasa menyesalnya setelah ditinggalkan.”. Ampun deh Mah! Ririn tobat! Gak lagi-lagi ah sok gaya menolak cowo rekomendasi Mamah. Besok-besok kalau Mamah merekomendasikan cowo lagi sejak awal ririn mau bersikap manis dan kooperatif biar hasilnya sukses dan memuaskan hehe.

Menjelang lebaran kemaren juga ada kejadian lucu bersama Ibu. Demi memenuhi keinginan saya yang sangat hobi makan roti nastar, tumben-tumbennya Ibu mau bikin Nastar sendiri. Biasanya tahun-tahun lalu Ibu hanya membeli nastar yang sudah jadi dari Toserba. Dengan berbekal resep hasil broshing dari internet kami sangat antusias dan bersemangat menuju dapur. Semua bahan dan alat telah siap. Satu persatu langkah yang tertera di resep kami ikuti. Sampai pada langkah terakhir : pencampuran tepung terigu dan maizena ke dalam adonan, di situ lah kami mulai berbeda pendapat terjadilah perang opini. Ibu bilang tepungnya gak usah ditambahin lagi nanti adonannya susah dibentuk. Tidak begitu dengan saya, berhubung di resep tercantum 250 gram berarti harus segitu gak boleh kurang(ceritanya percaya banget sama resep). Akhirnya Ibu pun mengalah mengikuti saya dan “si resep”. Apa yang dikhawatirkan Ibu terjadi juga! Adonan susah dibentuk gampang pecah-pecah. Karena adonan sudah terlanjur dibuat mau tidak mau pekerjaan itu tetap kami lanjutkan. Walaupun hasilnya sangat jauh sekali dari sempurna. Bentuknya acak-acakan rasanya pun sedikit gak jelas hehe. “Kumaha sih resep teh? Teu puguh pisan. Bener tadi kata Mamah kan,  udah tepungnya gak usah ditambahin  lagi, eh kalahka teu percaya-eun, percayaan keneh ka resep nu teu falid.” (artinya : “Gimana sih resepnya? Gak jelas banget. Bener tadi kata Ibu kan, udah tepungnya gak usah ditambahain lagi, malah gak percaya, justru lebih percaya sama resep yang gak falid”). “Kan di resepnya gitu Mah.”, jawab saya membela diri gak mau disalahin.

Yah gagal deh planing saya mau pesta nastar saat lebaran. Melihat saya yang terlihat kecewa lesu tidak bersemangat Ibu tidak tega dan berinisiatif mengajak saya ke Toserba untuk membeli nastar yang sudah jadi. “Sana pilih tiga toples aja, di rumah kan udah ada satu toples.”, kata Ibu memberi komando. Saya pun langsung bergegas menuju tumpukan roti-roti kering. Sebelum sampai pada si target mendadak mata ini tertuju pada tumpukan makanan ringan. “Wah Gery Chocolatos!”, spontan saya langsung menghampirinya. Dan akhirnya saya tidak jadi membeli tiga toples nastar, hanya satu toples nastar saja yang saya beli plus 3 dus gery chocolatos(@isi 25 buah). Sudah sejak lama saya sangat hobi ngemil gery chocolatos, bermula dari kebiasaan anak kos yang suka menyetok bertumpuk-tumpuk makanan ringan di kamarnya hehe. Tidak aneh kalau saya sangat hobi makan gery chocolatos, cokelatnya banyak banget, dalemnya hampir semua berisi cokelat, rasa cokelatnya pun sangat enak dan khas. Mantab baget! Top abis! Saya pernah juga mencoba produk sejenis dengan merk yang berbeda tapi hasilnya tidak semantab gery chocolatos, ada yang cokelatnya sedikit lah, ada yang rasa cokelatnya aneh, yang jelas gery chocolatos selalu the best!  Kalau sudah start makan satu bungkus dijamin akan ketagihan pengen lagi dan lagi tau-tau sudah sekitar 5 atau 6 buah yang dimakan. Gak terasa saking menikmatinya. Asik sekarang saya punya dua toples nastar plus tiga dus gerry chocolatos buat menemani saya menonton Bola, menyaksikan tim kesayangan saya Real Madrid, pemain bola idola saya Messut Ozil dan pelatih sepak bola favorit saya Jose Mourinho. Bola + gery chocolatos + nastar = MANTAB!

Seiring dengan bertambahnya usia saya mulai mengerti bahwa ditengah kemuliaan sosok seorang Ibu mereka juga tetaplah manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan. Saya mulai bisa mengerti akan hal itu. Dan tidak akan lagi menuntut Ibu untuk menjadi sempurna. Hal yang bisa saya tangkap dari sosok-sosok Ibu di seluruh penjuru dunia bahwa di tengah segala kekurangnya mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk memberikan yang terbaik bagi keluarganya, suami dan anak-anaknya. Seperti Ibu saya, Beliau seringkali mengabaikan dirinya sendirinya demi mendahulukan kesenangan anak-anaknya. Saat pulang kantor Ibu kadang hanya membeli tiga bungkus Siomay saja, satu untuk ayah, satu untuk saya dan satu lagi untuk adik. Ibu sendiri mengalah hanya makan makanan seadanya yang sudah ada di meja makan. Ada lagi, waktu mau lebaran beberapa tahun yang lalu waktu itu keuangan keluarga kami sedang tidak stabil tapi berhubung sudah menjadi tradisi Ibu tetap membelikan kami baju lebaran. Kami berangkat bersama menuju toko baju, saya dan adik sibuk memilih baju, Ibu memilihkan baju untuk Ayah. Sedangkan Ibu sendiri memutuskan tidak membeli baju! Hanya saya, adik dan ayah saja yang membeli baju baru. “Ibu sudah ada baju kok, dua bulan yang lalu sudah beli waktu dapat arisan.”, kata Ibu beralasan. Ibu saya cool bukan? Keren! Tapi walau sudah tau begitu naluri serakah saya tetap masih beraksi, tanpa merasa bersalah saya bilang begini sama Ibu, “Mah baju ririn dua yah? yang murah-murah inih.”. Dasar anak yang tidak tau diri ya? hehe. “Boleh dua tapi yang murah-murah dan jangan lebih dari 150 ribu.”, jawab Ibu, benar-benar sosok yang bijak kan, top banget.com deh! Saya rasa hanya kata inilah yang tepat untuk menggambarkan sosok seorang Ibu : Pengorbanan terus-menerus tiada akhir sepanjang masa!

Tidak hanya sifat baik hati, lembut dan bijaksana yang dimiliki Ibu. Beliau juga punya sisi lain yang mengasikan. Ibu orangnya gak pernah mau larut dalam masalah, seberat apapun masalah yang sedang dihadapi Beliau masih bisa bersikap enjoy menjalani hidup. Makanya banyak orang yang bilang kalau Ibu itu awet muda, terlihat jauh lebih muda dari usia yang sebenarnya. Bahkan dulu waktu kami dapat hadiah piknik bareng ke Bali banyak yang gak percaya kalau Beliau itu Ibu saya, dikiranya kakak-adik. Mungkin faktor baju juga berpengaruh kali ya? kalau tidak dines di kantor Beliau sukanya pake baju yang gaul-gaul gitu, celana jeans plus bluss kemeja, pengen bergaya ala anak muda kali hehe. Terus, Ibu juga hobi jalan-jalan ke obyek-obyek wisata berdua bareng Ayah naik motor hunting tempat-tempat baru yang belum pernah dikunjungi. Kalau yang ini kayanya menurun juga ke anaknya, saya juga sangat hobi naik motor menyusuri perkampungan dan sawah-sawah melewati daerah-daerah baru yang belum pernah saya kunjungi. Dalam hal yang satu ini kami Ibu dan anak sangat kompak! Selain itu Ibu juga hobi berbelanja kalau habis dapat uang arisan. Mendadak menghilang gak tau kemana tau-tau pulang bawa kantong plastik seabreg isi belanjaan. Tapi lain ceritanya kalau sedang gak punya uang! Mendadak di rumah pun jadi pendiam. Yang biasanya nonton tv rebutan remot sama si Ayah, mendadak berubah nonton dengan tenangnya tanpa ada suara brisik-brisik. Ya begitulah Ibu. Unik orangnya! Limited edition! Cuma satu-satunya di dunia ini tidak ada duanya. Keunikan Ibu inilah yang membuat hubungan kami Ibu dan anak sangat berwarna, kadang pahit, kadang hambar tapi lebih sering manis. Yang jelas saya sangat bersyukur pada Allah SWT sudah terlahir sebagai Retno Arieswanti Hapsarini anaknya Ibu Ratnasari. Sosok Ibu luar biasa yang mempunyai banyak kekurangan di tengah berjuta kelebihannya. Thanks Allah SWT…

I love You so much Mom! Ririn sayang Mamah 1000 %! Ririn minta maaf kalau selalu nyusahin Mamah, suka keras kepala gak pernah mau dengerin orang lain. Dan maaf juga sampai setua ini belum bisa jadi anak yang membanggakan. Hanya doa ini yang bisa ririn panjatkan ke hadirat Allah SWT, “ Ya Alloh, panjangkan umur Mamah hamba, mudahkan semua urusan Beliau, bahagiakan Beliau di sisa umurnya dan pertemukan kami kelak di surgamu yang abadi, Amin.”

Terima kasih juga Bu, sudah percaya pada impian saya(di saat ada banyak pihak yang menentang). Sudah membebaskan saya memilih “jalan” yang saya yakini sendiri. Dan selalu jadi pensupport yang paling setia. Selalu mendoakan setiap saat sepanjang waktu dan menyemangati di kala saya sedang down. Mudah-mudahan saya bisa segera membuktikan pada Ibu bahwa pilihan hidup yang telah saya pilih ini adalah benar, Amin.

Kalau sudah cerita tentang Ibu gak akan ada habisnya deh. Ada saja yang mau diceritain. Cukup berwarna bukan hubungan saya dengan Ibu? Kalau dekat senangnya ribut-ribut perang opini gak penting, tapi kalau lagi jauh kangennya setengah mati. Apalagi saat jauh dari Ibu terus liat acara TV yang membahas seputar Ibu---spontan langsung campur aduk mengaharu biru deh perasaan ini. Termasuk juga sewaktu dengerin lagunya Ungu “Doa Untuk Ibu”, sambil tidur-tiduran sendiri di kamar kos terus nyetel lagu ini, wah dijamin kalau terlalu menghayati lagunya bisa-bisa menangis tersedu-sedu sendiri. Liriknya sangat menyentuh : “Me and Mom” banget!

Udah dulu ah cerita tentang Ibunya, takutnya kalau dilanjutin nanti bisa-bisa jadi novel hehe. Mudah-mudahan doa Ibu terkabul tulisan ini dapat keajaiban dari Allah SWT bisa menang dan dapet hadiah uang. Biar bisa buat nambahin tabungan. Agar impian Ibu berkunjung ke Rumah Alloh segera terwujud, Amin. Kebayang deh kalau Ibu beneran bisa ke tanah suci pasti pulangnya lucu banget bawa oleh-oleh seabreg-abreg, secara keluarga besarnya di Sumedang ada mungkin se-RW. Ah ini mah lagi mengkhayal aja, biar gak stress terlalu serius hehe.

NB(ralat) : Maaf teman-teman, tulisan di atas sama sekali tidak bermaksud untuk mengajarkan agar kita “bertengkar dengan Ibu”. Sama sekali bukan begitu maksud saya! Tadinya saya hanya ingin sharing pengalaman true story ---bahwa ternyata benar seorang Ibu membawa keberkahan yang banyak. BAHKAN dari sebuah pertengkaran sekalipun(pertengkaran yang disebabkan adanya salah komunikasi) bisa menghasilkan output yang sangat berguna. TERLEBIH kalau akur insyaAllah keberkahannya akan berjuta-juta kali lipat. Beneran lebih enak akur daripada tengkar. Dulu waktu awal-awal saya ke Jogja setelah bertengkar dengan Ibu, benar-benar deh rasanya gak enak banget! Serasa kaki ini melayang-layang gak menapak di bumi fikiran pun gak menentu, sama sekali gak fokus dengan apa yang dikatakan dosen pada waktu itu. Huh bener-bener menyiksa. Makanya jangan sampai teman-teman mengalaminya.

Dan sebenarnya ada satu lagi yang ingin saya tekankan(lewat tulisan di atas tentunya) bahwa di tengah kemuliaan seorang Ibu, Beliau juga tetaplah manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan. Seperti manusia biasa lainnya, tentunya para Ibu juga ingin diperlakukan secara wajar diterima apa adanya sebagai diri yang tidak luput dari kekurangan. Saya berpendapat demikian dengan berkaca pada diri sendiri. Saya akan sangat senang kalau ada cowo yang mau menerima diri ini apa adanya. Suka ceplas ceplos---diterima. Suka bersikap slenge-an seenaknya---diterima. Pada kondisi demikian saya akan merasakan level “nyaman” dengan si cowo tersebut. “Ooo berarti mungkin Ibu juga seperti itu. Mungkin Beliau akan merasa lebih nyaman kalau saya menerima Ibu apa adanya yang tidak luput dari kekurangan  di tengah berjuta kelebihannya sebagai sebuah paket.”, kira-kira begitulah perenungan saya dalam hati. Tentu saja seorang Ibu tetap harus kita hormati 1000% namun juga menerima Beliau apa adanya. Tidak menuntut Ibu untuk menjadi “sempurna” seperti yang ada dalam ekspektasi kita secara umum tentang sosok seorang Ibu.

Maaf ralat ini sengaja saya buat, setelah merenung lagi tentang tulisan saya di atas, kemudian mendadak timbul ketakutan seandainya tulisan ini disalahartikan sehingga seolah menglumrahkan sebuah pertengkaran dengan Ibu. Sama sekali bukan begitu maksud saya! Kalau inget itu, saya benar-benar takut akan dimarahin sama Allah SWT  karena sudah mensharing sesuatu yang tidak baik. Ampuni hamba ya Alloh. Ampuni keterbatasan hamba. Maksud hati ingin menyampaikan A, eh berhubung hamba sangat "bodoh" malah menjadi Z. Hamba sudah berikhtiar semampu yang hamba bisa, hamba sangat yakin ENGKAU Maha Tau isi hati hamba yang sebenarnya, sekarang hamba hanya bisa menyerahkan sepenuhnya kepada MU, La haola walaa quwwata illa billahi.

Terima kasih, matur nuwun, hatur nuhun... (^_^)







Tulisan ini menjadi 6 besar Lomba Menulis 1001 Kisah Tentang Ibu (2010) yang diselenggarakan oleh Grup Band UNGU dan Gerry Chocolatos

Tidak ada komentar:

Posting Komentar